Selasa, 07 Januari 2014

DEFINISI DAN SEJARAH TASAWUF


DEFINISI DAN SEJARAH TASAWUF
cropped-images1.jpg
I. MaknaTasawuf
Mistisisme dalam Islam diberi nama tasawuf dan oleh kaum orientalis Barat disebut sufisme. Kata sufisme dalam istilah orientalis Barat khusus dipakai untuk mistisisme Islam. Sufisme tidak dipakai untuk mistisisme yang terdapat dalam agama-agama lain .
Ajaran-ajaran Nabi Muhammad Saw memilki tiga dimensi, yaitu:
• Dimensi Iman → melahirkan ilmu kalam (teologi)
• Dimensi islam → melahirkan ilmu fiqh/syariat
• Dimensi ihsan → melahirkan ilmu tasawufTasawuf merupakan implementasi dari dimensi ihsan. Istilah tasawwuf pada masa nabi Muhammad SAW belum digunakan. Tetapi secara substansial telah dipraktekkan. Pada perkembangan selanjutnya dimensi islam yang mengandung unsur syahadah, sholat, zakat, puasa dan haji melahirkan ilmu fiqh/ syariat.Dari dimensi iman yang mengandung unsur iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitabnya, Rasul-rasulnya, hari Kiamat, taqdirnya melahirkan ilmu kalam (teologi). Dimensi ihsan melahirkan ilmu tasawwuf.
Dalam kitab istilahat as-shufiyyah disebutkan bahwa bertasawuf adalah Takholluq bi al-Akhlaqi al- ilaahiyyah ini mengiudentifikasikan bahwa bertasawuf adalah usaha manusia untuk mencapai akhlak mulia yaitu akhlak tuhan, sehingga dapat kita tarik pengertian bahwa Tasawuf adalah medium yang ditempuh oleh seorang mukmin melalui proses upaya dalam rangka menghakikatkan syariat lewat tharikat untuk mencapai makrifat . Pernyataan ini didasari pada firman allah yang tertuang dalam al-Quran surah Almaidah ayat 35 yang berbunyi, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah, dan carilah wasilah yang menyampaikan kamu kepadanya dan berjuanglah dijalanya, agar kamu mendapatkan keberuntungan”.Namun secara definitive pengertian Tasawuf dapat diambil dari dua sisi yaitu secara etimologis dan terminology.
A. Pengertian Tasawuf Secara Etimologi.
Secara etimologi, kata tasawuf berasal dari bahasa Arab, yaitu tashawwafa, yatashawwafu, tashawwufan. Ulama berbeda pendapat dari mana asal-usulnya. Ada yang mengatakan dari kata shuf (bulu domba), Shaff (barisan), Shafa (jernih), Shuffah (serambi masjid Nabawi yang ditempati oleh sebagian sahabat Rosulullah .saw).
Pemikiran masing-masing pihak itu dilatarbelakangi oleh fenomena yang ada pada diri para sufi. Secara etimologi, pengertian tasawuf dapat dimaknai menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut
1. Tasawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan dengan ahl ash-shuffah yang berarti sekelompok orang dimasa Rosulullah yang banyak berdiam diserambi-serambi masjd dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah. Mereka adalah orang-orang yang ikut pindah dengan Rosulullah dari Mekah ke Madinah, kehilangan harta, berada dalam keadaan miskin, dan tidak mempunyai apa-apa. Mereka tinggal di masjid Rosulullah dan duduk di atas bangku batu dengan memakai pelana sebagai bantal. Pelana disebut shuffah dan kata sofa dalam bahasa-bahasa di Eropa berasal dari kata ini.
2. Tasawuf berasal dari kata shafa’ yang artinya suci. Kata shafa’ ini berbentuk fi’il mabni majhul sehingga menjadi isim mulhaq dengan huruf ya’ nisbah yang berarti sebagai nama bagi orang-orang yang bersih atau yang suci. Jadi, maksudnya adalah – mereka itu menyucikan dirinya di hadapan Tuhan melalui latihan yang berat dan lama.
3. Tasauf berasal dari kata shaff. Makna shaff ini dinisbahkan kepada orang-orang yang ketika shalat selalu berada di shaf (barisan) terdepan. Sebagaimana halnya shalat di shaff pertama mendapat kemuliaan dan pahala, maka orang-orang penganut tasawuf dimuliakan dan diberi pahala oleh Allah.
4. Ada yang menisbahkan tasawuf berasal dari Bahasa Yunani, yaitu shopos. Istlah ini disamakan maknanya dengan kata hikmah yang berarti kebijaksanaan. Pendapat ini dikemukakan oleh Mirkas, kemudian diikuti oleh Jurji Zaidan dalam kitabnya, Adab Al-Lughah Al-Arabiyyah. Disebutkan bahwa para filsuf Yunani dahulu telah memasukkan pemikiranya yang mengandung kebijaksanaan di dalam buku-buku filsafat. Ia berpendapat bahwa istilah tasawuf tidak ditemukan dalam masa penerjemahan kitab-kitab yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Pendapat ini kemudian didukung juga oleh Nouldik, yang mengatakan bahwa dalam penerjemahan dari bahasa Yunani ke bhasa Arab terjadi proses asimilasi. Misalnya, orang Arab mentranslitrasikan huruf sin menjadi huruf shad seperti dalam kata tasawuf menjadi tashawuf.
5. Tasawuf berasala dari kata shuf. Artinya ialah kain yang terbuat dari bulu wol. Namun, kain wol yang dipakai adalah wol kasar, bukan wol halus – sebagaimana kain wol sekarang. Memakai wol kasar pada waktu ini adalah symbol kesederhanaan. Lawanya adalah memakai sutra. Kain itu dipakai oleh orang orang mewah dikalangan pemerintahan yang hidupnya mewah. Para penganut tasawuf ini hidupnya sederhana, tetapi berhati mulia, menjauhi pakaian sutra, dan memakai wol kasar .
Dari keima teori diatas yang paling banyak disepakati oleh para alim adalah teori ke lima, yaitu teori yang mengatakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata shuf yang artinya kain yang terbuat dari bulu wol, pendapat ini sesuai dengan ilmuan orientalis – J Spencer Trimingham – dalam bukunya yang berjudul The Sufi Orders in Islam, berpendapat bahwa term sufi pertama kalinya diterapkan pada asketik muslim yang berpakaian wol kasar. Dari kata shuf lahir kata tasawuf yang artinya mistisisme .
Dari segi bahasa seperti yang telah dijelaskan dalam beberapa teori diatas, pada intinya tasawuf adalah gambaran keadaan yang selalu berorientasi pada kesederhanaan, kedekatan kepada Allah, penyucian hati, dan sikap rela berkorban demi tujuan yang lebih mulia.
B. Pengertian Tasawuf Secara Terminologi
Dalam memahami suatu istilah demi mendapatkan pengertian yang baik pastilah kita merujuk kepada ahlinya, namun permasalahanya setiap ilmuan memeliki pendapat yang berbeda-beda dalam merumuskan istilah tasawuf, adapaun pendapat mereka antara lain.
1. Ma’ruf Al-Karkhi (w. 200 H)
Tasawuf menekankan hal-hal yang hakiki dan mengabaikan segala apa yang ada pada makhluk. Barang siapa yang belum bersungguh-sungguh dengan kefakiran, berarti belum bersungguh-sungguh dalam bertasawuf .
2. Abu Hamzah
Tanda sufi yang benar adalah berpikir setelah dia kaya, merendahkan diri setelah dia bermegah-megah, dan menyembunyikan diri setelah dia terkenal. Sementara itu, tanda sufi yang palsu adalah kaya setelah dia berpikir, bermegah-megah setelah dia merendahkan diri, dan tersohor setelah dia bersembunyi .
3. Al-Junaidi.
Tasawuf ialah membersihkan hati dari yang mengganggu perasaan, berjuang menanggalkan pengaruh insting, memadamkan kelemahan, menjauhi seruan hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian,bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memakai barang yang penting dan lebih kekal, menaburkan nasihat kepada umat manusia, memegang teguh janji dengan Allah dalam hal hakikat, serta mengikuti contoh Rosulullah dalam hal syariat .
4. Syaikh Ahmad bin Muhammad Zain bin Musthafa Al-Fathani.
Para sufi memakai pakaian yang terbuat dari bulu. Mereka tidak mau menyerupai kebanyakan orang yang selalu bermegah-megah deangan pakaian yang serba indah. Mereka merasa cukup dengan berpakaian seperti itu, karena sekedar menutup aurat.
5. Syaikh Abu Muhammad Sahl bin Abdullah At-Tustari.
Sufi ialah orang yang bersih dari kotoran, penuh pemikiran, dan hanya memusatkan semata-mata hanya kepada Allah. Baginya, antara harta benda dan tanah liat bernilai sama.
6. Ibnu Khaldun
Tasawuf semacam ilmu syariat yang timbul kemudian didalam agama. Asalnya adlah tekun beribadah, memutuskan pertalian terhadap segala sesuatu kecuali Allah, hanya menghadapnya, dan menolak perhiasan dunia. Selain itu, membenci perkara yang selalu memperdaya orang banyak, sekaligus menjauhi kelezatan harta, dan keegahannya. Tambahan pula tasawuf juga berarti menyendiri menuju jalan Tuhan dalam khalawat dan ibadah.
7. Syaikh Ahmad Zarruq
Tasawuf ialah ilmu yang dapat memperbaiki hati anda dan menjadikanya demata karena Allah. Dengan hati itu, Anda menggunakan fiqh dalam berislam untuk memperbaiki amal dan menjaganya dalam batas-batas syariat islam sehingga lahirlah kebijaksanaan.
8. Syaikh Ibnu Ajiba
Tasawuf ialah ilmu yang membawa anda agar bersama Tuhan yang Mahaada, melalui penyucian batin dan mempermanisnya dengan amal shaleh. Jalan tasawuf diawali dengan ilmu, tengahnya amal, dan akhirnya adalah karunia Ilahi.
9. Syaikh Islam Zakaria Al-Anshari
Tasawuf ialah ilmu yang menerangkan cara-cara mencuci bersih jiwa, memperbaiki akhlak, dan membina kesejahteraan lahir serta batin untuk mencapai kebahagiaan yang abadi.
10. Syaikh Husain Nasr.
Tasawuf ialah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan manusia dari pengaruh kehidupan duniawi dan mendekatkanya kepada Allah sehingga jiwanya bersih serta memancarkan akhlak mulia. Tasawuf secara hakiki mengingatkan manusia siapa dia sebenarnya. Artinya manusia dibangunkan dari mimpinya yang disebut dengan kehidupan sehari-hari dan jiwanya yang memiliki timbangan objektif itu bebas dari pembatasan penjara khayali ego.
11. Abu Al-Wafa’ Al-Ghanimi At-Taftazani
Tasawuf ialah sebiuah pandangan filosofis terhadap kehidupan yang bertujuan mengembangkan moralitas jiwa manusia dan dapat direalisasikan melalui latihan-latihan praktis tertentu, sehinga perasaan menjadi larut dalam hakikat transendental. Pendekatan yang digunakan adalah dzauq (cita rasa) yang menghasilkan kebahagiaan spiritual. Pengalaman yang muncul pun tidak kuasa diekspresikan melalui bahasa biasa, karena begitu emosional dan personal.
12. H. M Amin Syukur
Tasawuf ialah system latihan dengan kesungguhan (riyadha mujahadah) untuk membersihkan, mempertinggi, dan memperdalam aspek kerohanian dalam rangka mendapatkan diri kepada Allah (taqarrub) sehingga segala perhatian hanya tertuju kepadanya .
13. Drs. Samsul Munir Amin.
Tasawuf ialah usaha melatih jiwa yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, yang dapat membebaskan manusia dari pengaruh kehidupan duniawi untuk bertaqarrub kepada Tuhan shingga jiwanya menjadi bersih, mencerminkan akhlak mulia dalam kehidupanya, dan menemukan kebahagiaan spiritualitasnya .
II. Irfan
secara etimologis (kata) irfan berasal dari kata ‘arafa yang berarti mengetahui atau mengenal dan bermakna pengetahuan atau pengenalan, dan bermakna pengetahuan dan pengenalan tentang Allah SWT. Orang yang mengetahui atau mengenal disebut ‘arif bukan alim. Istilah irfan dalam istilah tasawuf mempunyai kemiripan dengan literatur ahl bait. Kosakata irfan ini sesuai dnegan hadist dikalangan sufi yang berbunyi “ man ‘arofa nafsahu arafa Robbahu” siapa yang mngenal dirinya , ia mengenal Tuhannya.
Setelah itu firman Allah menyebutkan fadakholu alaihi fa’araofahum
“lalu mereka saudara-saudara Yusuf masuk ke tempatnya, maka Yusuf mengenal mereka”. (Yusuf: 12:58)
Ma’rifah Allah menurut Syihab al-Din Umar Suhrawardi (w 632 H/1234 M) bergantung dan berhubungan dengan mengenal dirinya(marifat al-nafs) mengenal Allah berarti mengenal sifat-sifatnya dalam bentuk keadaan secara rinci, berbagai kejadian, dan musibah, yang kemudian mengantarkan pada pengetahuan yang hakiki bahwa Dia adalah wujud hakiki dan pelaku mutlak.
Irfan, sebagai disiplin ilmu pada awalnya dikembangkan oleh Muhyi al-Din Ibn Arabi (560-638 H/ 1165-1240 M) meskipun ia memilki kesaman dengan irfan/ Tasawuf al-Syibli. Irfan ibn Arabi ini memiliki ciri khas yang lebih bersifat teorits yang dituangkan dalam karya-karyanya dan disebarkan oleh muridnya.
Dalam sejarah pemikiran islam, suatu aliran pemikiran mistik telah berkembang, tetapi masih berpijak pada penggunaan akal budi sebagai fakultas paling handal untuk mencapai kebenaran. Aliran pemikiran ini merupakan perkembangan dari pemikiran irfani Muhyi al-Din ibn Arabi, yang dikembangkan Mulla Sadra (w. 1050 H/1640 M). Aliran pemikiran ini merupakan perkembangan dari tradisi Aristotelian cum Neopltonis yang dikembangkan al-Farabi (872-950 M) dan ibn SIna (980-1037 M), filafat Illuminasi (isyroqiyyah) al-Suhrawardi (w. 587 H/1192 M), pemikiran mistikal atau irfani ibn Arabi, serta tradisi klasik kalam (teologi dialektis). Aliran pemikiran ini disebut al-Hikmah al-Muta’aliyyah (teosofi dialektis).
Sebagai salah satu disiplin ilmu, menurut Murtadha Muthahari (1919-1979 M) dalam bukunya Introduction to Irfan, irfan mempunyai dua sisi, yaitu irfan praktis (amali) dan teoritis (ilmi). Aspek praktis irfan melukiskan dan menjelaskan hubungan dan tanggung jawab manusia terhadap dirinya, alam semesta, dan Tuhan. Ajaran irfan ini disebut juga sayr wa suluk (pengembaraan dan perjalanan spiritual). Pengembara spiritual ini disebut salik. Seorang yang melakukan perjalanan spiritual menuju Tuhan. Puncak perjalanan spiritual itu adalah tauhid. Bagi seorang arif (yang meniti jalan irfan), tauhid merupakan pengetahuan haikiki, bahwa segala sesuatu selain Tuhan, hanyalah merupakan semu semata, bukan realita (al-Wujud al-Hakiki),tauhid seorang arif berarti meyakini bahwa selain Tuhan tidak ada. Jadi, secara praktis jalan irfani ialah melakukan pengembaraan spiritual dari maqom (kedudukan rohaniah) ke maqom lainnya hingga sampai kepada tahap spiritual yang tidak lagi melihat sesuatu selain Allah SWT.
Seorang arif tidak memandang pencapaian maqom tauhid sebagai tugas akal, melainkan tugas hati. Ia berjuang keras dalam melakukan sayr wa suluk yang telah disebutkan diatas. Jadi, untuk mencapai ke jenjang tertinggi irfan amali haruslah melakukan riyadah (latihan diri secara ragawi maupun ruhani).
Irfan teoritis berkaitan dengan ontology (ilm al-Wujud), ia membicarakan tentang hakikiat wujud Tuhan, alam semesta dan manusia. Menurut Murtadha Muthahhari, aspek irfan ini menyerupai filsafat teologis. Hanya saja, bila filsafat teologis menyandangkan argumennya pada prinsip-prinsip rasional, irfan mendasarkan deduksinya melalui pengalaman spiritual (kasyf), dan menerjemahkan dalam bahasa rasio. Irfan iilmi ini merupakan gabungan dari filsafat dan spiritual yang menurut Mulla Sadra, gabungan kedua aspek itu disbeut al-Hikmah Muta’aliyah, dan Suhrawardi menyebutnya dengan Hikmah Isyroqiyyah.
Menurt Muthahhari, irfan lebih dinamis dari tasawuf, karena tasawuf lebih menekankan pada pemabahasan jiwa internal manusia untuk ber-tahalli (menghiasi diri) dan ber-tajalli (penampakkan) dengan asma (nama-nama) Allah. Tatapi irfan, menurutnya, tidak hanya membahas tentang jiwa internal manusia, tapi juga mengajak manusia berjalan untuk keluar dari alamnya menuju alam Tuhan, perjalananya disebut Safar. Mulla Sadra termasuk salah satu filosof yang sangat mendetail menerangkan sisi aktif dari ajaran irfani dalam karyanya al-Hikmah al-Muta’aliyah.
Atas dasar ini terlilhat bahwa irfan secara menyeluruh lebih dinamis dari tasawuf. Tasawuf lebih identik dengan irfan amali meskipun demikian bila dkaji secara kritis dan lebih mendalam pasti memiliki perbedaan-perbedaan. Karena keaktifan dari ajaran irfan ini, Syaikh irfan dikenal dengan sebutan al-Tayr al-Qudsi (burung yang suci).
III. Sejarah Tasawuf
Ketika membicarakan tentang sejarah tasawuf, kiranya perlu dipertimbangkan asal-usulnya, supaya kita mengetahui apakah itu merupakan produk islam ataukah ada pengaruhnya dari ajaran-ajaran lain. Oleh karena itu pemakalah membagi dalam dua pembahasan, yakni sejarah munculnya dan sejarah perkembangannya.
1. Sejarah Munculnya Tasawuf
Harun Nasution menjelaskan timbulnya aliran taswuf dalam beberapa versi:
a. Pengaruh Kristen:
Terlihat dalam ajarannya menjauhi dunia dan mengasingkan dari dalam biara-biara. Hal itu dapat terlihat dalam literatur Arab yang di dalamnya terdapat tulisan-tulisan tentang rahib-rahib yang mengasingkan diri di padang pasir Arabia. Oleh karena itu ada kemungkinan bahwa zahid dan sufi islam meninggalkan dunia, memilih hidup sederhana dan mnegesingkan diri atas pengaruh rahib-rahib Kristen.
b. Filsafat Mistik Phytagoras:
Ajaran Phytagoras yang mengatkaan bahwa untuk memperoleh hidup senang di alam samawi, manusia harus membersihkan roh dengan meninnggalkan hidup materi, yaitu zuhud, untuk selanjutnya berkontemplasi, menut sebagian orang telah mempengaruhi timbulnya zuhud dan sufusme dalam islam.
c. Filsafat Emanasi Plotinus:
Dalam emanasi mengatakan bahwa wujud memancar dari zat Tuhan yang Maha Esa. Roh berasal dari Tuhan dan kembali ke Tuhan. Tetapi ketika masuk ke alam materi, roh menjadi kotor sehingga harus dibersihkan. Untuk itulah perlu adanya penyucian roh dengan meninggalkan dunia dan menedekati Tuhan sedekat mungkin, hingga bersatu dengan Tuhan. Filsafat ini juga berpengaruh terhadap munculnya kaum zahid dan sufi dalam islam.
d. Ajaran Budha:
Dalam ajaran Budha terdapat konsep Nirwana, dimana orang harus meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplasi. Paham fana dalam sufisme hampir serupa dengan paham Nirwana. Kesamaan antara paham Nirwana dan fana ini hanya bersifat semu. Karena menurut sang Budha, dalam keadaan fana jiwa-jiwa seakan-akan kehilangan individualitasnya dalam ketentraman dan kedamaian mutlak; sementara menurut sufi meskipun menyatakan ihwal sirnanya individualitas, namun hakekat kekalnya kehidupan hanya karena kontemplasi intuitif terhdap keindahan ilahiyah.
e. Ajaran Hindu:
Terlihat dalam ajaran Hindu yang mendorong manusia untuk mneinggalkan dunia dan mendekati Tuhan untuk mnecapai persatuan Atman dan Brahman. Selain itu dalam system keprcayaan agama Hindu, terdapat persamaan-persamaan ajaran sebagaimana dalam tasawuf, seperti sikap fakir, kesamaan cara ibadah, dan mujahadah. Begitu juga dengan reinkarnasi (perpindahan roh dari satu badan ke badan lain) versi Hindu dan BUdha dengan persatuan diri mengingat Allah.
Dr. Abu al-Wafa mengutip beberapa pendapat para orientalis dan kemudian mnegelompokkan dari sudut historisnya, yakni:
• Bersumber dari Persia :
Thoulk mengatakna bahwa tasawuf bersumber dari majusi, dengan alasan orang-orang Majusi di Iran Utara, setelah penaklukan islam, tetap memeluk agama mereka dan banyak sufi berasal dari sebelah utara Khurasan. Selain itu sebagian pendiri aliran sufi angkatan pertama berasal dari kelompok orang-orang majusi.
• Bersumber dari Kristen :
Alasan yang hampir sama dnegan NAsution, ditambah lagi dengan adanya interaksi orang Arab dan kaum Nasrani pada masa JAhiliyah maupun Islam. Tokoh yang berpendapat adalah Von Kramer, Ignaz Goldziher, R.A Nicholson, Asin Palacious, dan O’leary.
• Bersumber dari India (Hindu-Budha) :
menurut Max Horten, ada beberapa teori tasawuf dan bentuk praktik rohaniah yang serupa dengan mistisisme India, terutama al-Hallaj, al-Bushthami, dan al-Junaid. Hartmann juga menambahkan bukti bahwa taasawuf berasal dari India :
 Kebanyakan angkatan pertma sufi bukan berasal dari Arab, seperti ibrahim ibn Adham, Syaqiq al-Balakhi, Abu Yazid al-Busthami, dan Yahya bin Ma’az ar-Razi.
 Kemunculan dan penyebaran tasawuf untuk pertama kalinya adalah di Khurasan
 Pada masa sebelum islam, Turkhistan merupakan pusat pertama berbagai agama dan kebudayaan TImur & Barat. Ketika para penduduk kawasan memeluk agama Islam, mereka mewarnainya dnegan corak mistisisme lama.
 Kaum muslim sendiri mengakui adanya pengaruh India tersebut.
 Asketisme islam pertama adalah bercorak India, baik dalam kecendrungan maupun metode-metodenya.
Menurut Annemarie Schimmel, persoalan pegaruh menjadi semakin sulit ketika dihubungkan dengan tradisi-tradisi agama di luar dunia Timur Dekat. Bnayak sarjana dahulu dan sekarang masih cendrung menerima adanya pengaruh India dalam terbentuknya tasawuf, seperti Alfred von Kremer (1868) Reinhard P. Dozy (1869). Namun ada pula yang menolak pendapatnya, seprti Qomar Kailani. Menurutnya, kalau ajaran tasawuf berasal dari agama Budha, berarti apda zaman Rasulullah telah berkembang ajaran dua agama tersebut.
Sulit diterima bahwa ajaran tasawuf berasal dari pengaruh dari Hindu dan BUdha, kerena sesuangguhnya amalan tasawuf telah adda pada masa awal-awal kelahiran agama Islam. Adapun kesamaan ajaran yang kemungkinan sama di dalam ajaran agama Hindu dan Budha dengan tasawuf memang bisa saja terjadi.
• Bersumber dari Yunani
Para orientalis lebih menaruh perhatian terhadap tasawuf yang ditimba dari sumber Yunani, yakni tasawuf teosofis, suatu jenis tasawuf yang muncul padda abad ke-3 H lewat Dzun nun al-Mishri (w. 245 H)
2. Sejarah Perkembangan Tasawuf
Tasawuf adalah bagian dari syariat Islam, yakni perwujudan dari ihsan. Ia merupakan salah satu dari tiga kerangka ajaran Islam lain, yakni Iman dan Islam. Oleh karena itu bagaimanapun kerangkan tasawuf harus tetap berada dalam kerangka syariat.
Lahirnya tasawuf sebagai fenomena ajaran Islam diawali dari ketidakpuasan terhadp praktik ajaran Islam yang cendrung formalism dan legalisme. Selian itu tasawuf hadir sebagai gerakan moral (kritik) terhadap ketimpangan social, politik, moral, dan ekonomi yang dilakukan oleh penguasa. Factor internal lainnya adalah reaksi kaum muslim terhadap siistem social, politik, budaya, dan ekonomi di kalangan Islam sendiri. Ditambah lagi dengan adanya al-Fitnah al-Kubro yang mneimpa khalifah Ustman bin Affan hingga mneyebabkan perang saudara antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyyah. Akibatnya sebagian tokoh agama mengambil jlan dengan kehidupan politik. Dari sinilah kehidupan tasawuf di kalangan umat Islam teus berkembnag dnegan pesat.
Pada abad 1 H, hanya terdapat dua macam tarekat, yakni tariqoh al-Nabawiyah yang beirisi amalan-amalan atau ajaran islam yang berlaku pada masa Rasulullah, yang dilaksanakan secara murni. Kedua, tariqoh al-salafiyyah yaitu metode beramal dan beribadah pada masa sahabat dan tabiin untuk memelihara ajaran-ajaran Rasulullah SAW. Pada saat itu para sahabat menjauhi kehidupan dunia dan selalu puasa, sholat sunnah, dan membaca al-Quran. Seperti Abd Allah, ibn Umar, dan Abu al-Darda, Abu Dzar al-Ghifari
Pada abad II H muncul lah tariqoh as-Sufiyyah yang diamalkan para sufi dengan tujuan mendekatkan diri pada Allah. Tampaknya secara historis kemunculan tasawuf memiliki hubungan yang signifikan antara pola hidup sufistik dengan perubahan dan dinamika kehidupan masyarakat islam. Munculnya gerakan hidup zuhud dan uzlah yang dipelopori Hasan al-Basri (110 H) dan Ibrahim Ibn Adham (159 H) merupakan reaksi terhadap pola hidup hedonistic dan pelanggaran terhadap ajaran-ajaran/syariat islam yang dipraktekkan para pejabat Bani Umayyah (661-750 M). Misalnya, Yazid ibn Muawwiyah (680-683 M) dikenal sebagai orang yang suka mabuk-mabukan , sombong, pemboros, dan tidak taat terhadap ajaran-ajaran agama islam.
Perkembangan Tasawuf falasafi yang dikembangkan al-Hallaj (309 H), Ibn Arabi (637 H), tampaknya tidak bisa terlepas dari adanya pengaruh gejala global masyarakat islam yang cenderung tersilaukan olah pola hidup rasional. Hal ini merupakan pengaruh perkembangnan filsafat seperti al-Kindi, Ibnu SIna, al-Farabi, dll. Demikian pula halnya gerakan ahl-Sunnah yang dipelopori oleh al-Qusyayri, al-Ghazali, dll, tidak terlepas dari dinamika masyarakat islam pada saat itu. Ada kecendrungan sebagai ahli sufi menjauhi syariat, dan tenggelam dalam keasyikan kontemplasi sehingga antitesanya muncul gerakan kembali ke syariat islam disamping menjalankan tasawuf.
Adapun tarekat sebagai gerakan populis atau masal yang merupakan bentuk organisasi tasawuf, tampaknya muncul disebabkan sebagai tuntutan sejarah pada waktu itu. Dari segi politik, dunia islam sedang mengalami krisis hebat. Di negara-negara dunia islam, seperti Palestina, Syiria, dan Mesir sedang menghadapi serangan orang-orang Kristen Eropa yang terkenal dengan Perang Salib (490-656 H/ 1096-1258 M).
Di wilayah dunia islam lain seperti, Samarkand, Khurasan, Khawarizm, dan Naisabur menghadapi serangan Mongol (1220-1260 M) seperti, yang haus kekuasaan dan penuh kekerasan. Mereka melahab setiap wilayah yang dijarahnya dan mengahancurkannya. Demikian juga di Baghdad—sebagai kekuasaan dan peradaban islam—situasi politik tidak menentu, selalu terjadi perebutan kekuasaan diantara para amir. Walaupun khalifah masih diakui, tetapi secara praktis tetapi penguasanya adalah para Amir dan Sultan. Keadaan ini diperparah oleh Hulagu Khan yang memorak -porandakan pusat peradaban umat islam (1258 M).
Ketidakstabilan situasi politik dan krisis kekuasaan serta disintegrasi ini membawa dampak negatif bagi umat islam. Mereka mengalami masa disintegrasi sosial yang sangat parah, pertentangan antar golongan sering terjadi, seperti antara golongan Sunni dengan Syiah, dan golongan Turki dengan golongan Arab dan Persia. Akibatnya kehidupan sosial merosot, keamanan terganggu, dan kehancuran melanda dimana-mana. Dalam situasi seperti itu wajar jika sebagian umat islam berusaha menentramkan jiwa, dan menjalin hubungan yang damai dengan sesama muslim, serta menjauhi kelezatan duniawi dan memilih kehidupan akhirat. Dari sini muncul satu gerakan yang dinamakan dengan al-Zuhd yang merupkan permulaan tasawuf.
Kahidupan zuhud mulai tampak di kota Kuffah dan Basrah, Iraq, kemudian menyebar ke daerah-daerah lain seperti Khurasan di Persia. Seperti telah disebutkan di atas, bahwa salah satu zahid Basroh yang terkenal adalah Hasan al Bisri (w 110 H) menurutnya, dunia ibarat ular yang lembut sentuhannya tetapi bisanya sangat mematikan. Untuk itu, ia menasehati sahabatnya untuk menghindari dunia. Dia senantiasas bersedih hati karena takut tidak bias melakukan perintah Allah SWT sepenuhnya, sehingga ia merasa takut kepada Allah (al-Khawf).menurutnya hari Kiamat akan tiba dan perhitungan amal (al-Hisab) akan segera terjadi dan seakan ia merasa siksa Allah SWT diciptakan untuknya.
Di kota Basrah muncul nama legendaris perempuan, seorang zahidah yang terkenal, yakni Rabiah al-Adawiyyah (w. 135 H) yang membawa knsep cinta sebagai jalan menuju Tuhan. Selanjutnya di kota Kuffah muncul Sofyan al-Tsauri (w. 135H), Abu Hasyim (w. 150 H), Jabr ibn Hayyan (w. 160 H). Di Madinah muncul Ja’far Shodiq (w. 148 H) kemudian menyebar ke berbagai kota di Persia, Khusaran seperti Ibrahim IBn Adham ( w. 162 H) Syakiq al-Balkhi (w. 194 H).
Selanjutnya dari Mesir Zul al-Nun al-Misri (w. 245 H) yang menerapkan konsep tentanb mengeal Allah / marifat bil Allah. Ia dipandang oleh R.A. Nicholson, sebagai “Bapak Ma’rifat” dalam tasawuf (the father of moslim’s theosophy) yang pertama membedakan al-Marifah dan al-Ilm, antara Marifah orang awam, ulama zahir dan ulma sufi.
Pada abad III H dapat di bilang ilmu tasawuf sudah tersusun sebagai jalan mengenal Allah (al-Marifah) yang sebelumnya hanya dikenal sebagai jalan ibadah semata. Muncul tokoh-tokoh besar, seperti Abu Yazid al-Busthomi (w. 261 H) sebagai tokoh sufi yang melahirkan konsep fana dan baqo’ serta ittihad.
Abu al-Qosim al-Junayd al-Baghdadi (w.297 H) meletakkan dasar-dasar ilmu tasawuf dan tarekat, cara belajar dan mengajar murid, sehingga ia dikenal dnegan “ Abu al-Tasawuf al-Islami, Imam al-Toriqoh al- Qowmiyyah atau Syaikh al-Tayfah(ketua rombongan suci)
Kemudian disusul al-Hallaj (w 309 H). Menurutnya manusia memilki sifat-sifat kemanusiaan (nasut) dan ketuhanan (lahut). Ketika hati manusia sudah bersih dan suci tanpa sedikit kotoran, maka Tuhan akan mengambil tempat pada diri manusia tersebut (hulul), sehingga akhirnya keduanya menyatu. Ketika dalam kondisi itulah ia menyatakan “ Akulah Kebenaran (Tuhan )itu”, dengan istilah yang masyhur “ Ana al-Haq”. Pada akhirnya ia dihukm pancung oleh penguasa Abbasiyah di Baghdad pada 29 Dzulqoidah 309 H.
Dengan adanya kejadian atau ungkapan ganjil (syatohat ) itulah maka tasawuf pada abad III H dianggap telah menyimpang dan sesat dari prinsip keimanan yang lurus (zindiq).
Akhirnya beberapa penulis sufi berusaha mengemblikan citranya dengan bahasa yang dapat diapahami masyarakat, ia menjelaskan bahwa sesungguhnya tasawuf tidak bertentangan dengan syariat islam. Mereka adalah : Abu Masr al-Sarraj al-Thusi (w. 379 H) dengan kitabnya al-Luma fi al-tasawwuf, Abu Bakar al-Kalabadzi (w. 380 H) dengan kitab al-Ta’aruf li Madzhab Ahl at-Tasawuf,dan al-Ghazali (w. 505 H) dengan kitabnya Ihya ‘Ulum al-Din, abd Karim al-Qusyayri (w 546 H) dnegan kitabnya ar-Risalah al-Qusyayriyyah,
Dari sekian banyak penulis di atas, al-Ghazali yang terlihat berhasil dengan gagasan-gagasannya mengemukakan hakikat tasawuf yang diintegrasikan dengan syariat islam dalam bentuk tulisan yang sistematis. Ia mendapat gelar Hujjah al-Islam.
3. Periodisasi Perkembangan Tasawuf
Amin Syukur dalam karyanya “ menggugat tasawuf” membagi periodisasi sejarah perkembnagan tasawuf menjadi lima masa, yakni periode pembentukan, periode pengembangan, periode konsolidasi, periode falsafi, periode pemurnian.
1. Periode Pembentukan
Pada abad I H, Hasan Bashri dengan ajaran Khauf, mempertebal takut kepada Allah, mengadakan pergerakan memperbaharui hidup kerohanian di kalangan kaum muslim. Pada masa ini mulai tampil guru-guru (qori’) yang mnegadakan gerak pembaharuan hidup kerohanian di kalnagn kaum muslim. Bibit tasawuf pun sudah terlihat, garis-garis mengenai thariq atau jalan beribadah sudah mulai disusun. Dalam ajaran-ajarannya sudah mulai dianjurkan mnegurangi makan (ju’), menjauhkan diri dari keramaian duniawi (zuhud), dan mencela dunia (dzamm ad-Dunya), seperti harta, keluarga, dan kedudukan. Kemudian pada akhir I H, Hasan al-Bashri diikuti oleh Rabbiah al-Adawiyyah (w.185 H) sufi wanita yang terkenal dengan ajaran mahabbah. Kemudian pada abad 2 H tasawuf tidak berbeda dari abad sebelumnya, yakni sama dalam corak ke zuhudan meskipun penyebabnya berbeda. Adapun penyebabnya dalah adanya kenyataan pendangkalan ajaran agama dalam melaksanakan syariat agama (lebih bersikap fiqh).
Abu al-Wafa menyimpulkan Islam pada abad I dan II H mempunyai karakter sebagai berikut:
o Menjauhkan diri dari dunia menuju akhirat yang berakar pada nash agama, yang dilatarbelakangi oleh social-politik, coraknya bersifat sederhana, praktis yang bertujua mneingkatkan moral
o masih bersifat praktis, para pendirinya tidak menaruh perhatian untk menyusunprinsip-prinsip teoritis atas kezuhudannya itu
o ciri lain motif zuhudnya ialah rasa takut. Sementara akhir abad II, di tangan Rabiah al-Adawiyah muncul motif rasa cinta, yang bebas dari rarsa takut terhadap adzab-Nya dan harap akan pahala-Nya.
o Mnejelang akhir abad II, sebagian zahid –khususnya di Khurasan dan Rabiah al-Adawiyah – menandai kedalaman analisis yang dipandang sebagai fase pendahuluan tasawuf atau cikal bakal para pendiri tasawuf falsafi abad III dan IV H. abu al-Wafa lebih sependapat bahwa mereka dianmakan zahid, qori, dan nasik (bukan sufi)
2. Periode Pengembangan
Tasawuf abad III dan IV H sudah mempunyai corak yang berbeda dengan sebelumnya. Pada abad ini tasawuf sudah bercorak ke-fana-an yang menjurus ke persatuan (hamba dengan Tuhan). Pada abad ini orang sudah membicarakan:
o Lenyap dalam kecintaan (Fana fi al-Mahbub)
o Bersatu dengan kecintaan (Ittihad bi al-mahbub)
o Kekal dnegan Tuhan, melihat Tuhan (Musyahadah)
o Bertemu dengannya (liqo)
o Menjadi satu dengannya (Ainu al-Jama’)
Sebagaimana yang diungkapkan Abu Yazid al-Busthami (261 H) dengan ungkapan ‘Ana al-Haq’ atau hulul sebagaimana yang dikemukakan al-HAllaj. Busthami adalah orang pertama yang menggunakan istilah fana (lebur atau hancur perasaan) hingga ia dibilang sebagai pelatak batu pertama dalam aliran ini. Disini juga al-Junaedi al-Baghdadi meletakkan dasar-dasar ajaran tasawuf.
Dapat disimpulkan bhawa tasawuf abad III dan IV H sudah sedemikian berkembngan, sehingga sudah merupakan mazhab, bahkan seolah-olah agmaa yang berdiri sendiri. Al-Wafa menegaskan bahwa tasawuf pada periode ini lebih mngerah kepda ciri psikomoral dan perhatiannya diarahkan pada moral serta tingkah laku. Ia juga menyimpulkan bahwa tasawuf pda abad ke-3 dan ke-4 terdapat dua alian:
• Pertma, aliran tasawuf salafi, yaitu bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan al-Quran dan hadist, serta mnegaitkan keadaan dan tingkatan rohaniah mereka keapda dua sumber tersebut.
• Kedua, aliran tasawuf semi falsafi, dimana pengikutnya cendrung pada ungkapan- ungkapan ganjil (syathahiyat) serta bertolak dari keadaan fana’ menuju pernyataan tentang terjadinya penyatuan atau hulul.
3. Periode Konsolidasi
Masa ini terjadi pada abad ke V. Pada masa ini ditandai adanya kompetisi dan pertarungan antara “ tasawuf semi falsafi” dan “tasawuf sunni”.
Pertarungan dimenangkan tsawuf sunni dan berkembang pesat, sedang tassawuf semi falsafi tenggelam dan hilang serta muncul kembali pada abad ke 6 H dalam bentuk yang berbeda.
Kemenangan tasawuf sunni alam catatan sejarah dikarekana aliran teologi ahl sunnah wal jamaah yang dipelopori Abu Hasan Al-Asy’ary (w. 324) yang mnegkritik teori Abu Yazid al-Busthami dan al-Hallaj, sebagaimana tertuang dalam syathahiyah yang tampaknya bertentangan dengan kaidah dan akibat islam.
4. Periode Falsafi
Tasawuf filosofis muncul dengan jelas dalam khazanah islam sejak abad 6 H. meskipun tokohnya baru dikenal seabad kemudian. Ciri tasawuf pada abad ke 6 H adalah tasawuf yang bercampur dengan ajaran filafat, kompromi, dan pemakaian term-term filafat yang maknany disesuaikan dnegan tasawuf.
Ibn Khaldun dalam bukunya, Muqoddimah, menyimpulkan bahwa tasawuf falsasai memempunyai empat objek utama yang menurut, Abu al-WAfa dapat diajdikan karakter sufi falsafi, yakni sebagia berikut:
o Latihan rohaniah dengan asa, intusi, serta introspeksi yang timbul darinya.
o Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam Ghaib.
o Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos berpengaruh dalam ebrbagai benrtuk kekeramatan atau keluarbiasaan
o Pemakiaan ungkapan-ungkapan yang sepintas sama-sama (syathotiyah).
Tokoh-tokohnya adalah Suhrawardi al-Maqtul dengan teori ISyroqiyah, Ibn Arabi dnegan teori wahdah al-wujud, Ibnu Sabi’in dengan teori Ittihat, ibn FAridl dengan teori cinta, fana dan wahdah asy-syuhudnya.
Oleh karena itu tasawuf yang berbau filafat ini tidak sepenuhnya bisa dikatakan tasawuf dan juga tidak bisa dikatakan sebagai filafat, dan diistilahkan dengan tasawuf falsafi
5. Periode Pemurnian
Pada masa ni juga terlihat adanya tanda2 keruntuhan dan penyelewengan serta skandal melanda, akibtnya ancaman reputasi tasawuf tidak dapat dielakkan lagi. Tasawuf pda masa ini ditandai dnegan bid’ah, khuafat, mnegabaikan syariat dan hukum2 moral dan penghinaan terhadap ilmu penegthuan, dll
Alam kondisi demikian muncullah ibnu Taymiyyah yang dnegan tegas mneyearng penyelewengan para sufi. Kepercayaan yang menyimpang terseu diluruskan, speprti kepaercayaan keapda wali, khuarafat, dan bentuk2 bidah apda umumnya. Iaberpendapat bahwa wali (kekasih Allah) adlah orang yang berprilaku balik (shalih), konsisiten dnegan syariat Islamiyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar