Selasa, 07 Januari 2014

“TULISAN BEBAS DENGAN JUDUL”


TULISAN BEBAS DENGAN JUDUL”

“TULISAN BEBAS DENGAN JUDUL”

1.    Upaya mengedepankan moralitas dalam keseharian (tanggung jawab, disiplin, jujur)…?

Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu system yang mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan, perintah dan peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, disiplin adalah sikap menaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan tanpa pamrih.
Kita harus mensyukuri segala nikmat yang diberikan Tuhan. Orang yang dapat mensyukuri nikmat Tuhan adalah orang-orang yang jujur dan memiliki sikap optimal selalu ingin maju, harus belajar banyak serta mempunyaikeyakinan di dalam usahanya. Kejarlah tujuan-tujuan yang berhubungan dengan kemampuan dan keterampilan yang diperolehnya.
dalam kejujuran, sebenarnya moral ini yang paling penting menurut saya karena jika tidak ada kejujuran dalam diri kita, kebohongan akan selalu datang pada diri kita. contoh kecil saja, jika kita membeli makanan kemudian kita tidak membayarnya dan berbohong jika kita sudah membayarnya, maka kedepannya hal kecil itu bisa menjadi besar bahkan bisa saja kita terjerumus korupsi yang lebih besar.
2.  apa pendapat anda tentang :
          Rencana pemerintah menaikan harga BBM
          - pendapat, saran, solusi
Pendapat saya:
negara kita adalah negara berkembang, sejak pak SBY memimpin negri kita INDONESIA tercinta ini, umumnya banyak kemiskinan yang teratasi, namun pak SBY barang kali tidak mempunyai pilihan dan memikirkan bagaimana besarnya hutang negara kita bila BBM tidak dinaikkan, toh, BBM yang bersubsidi selalu dicuri oleh orang-orang yang ekonominya maju, masalahnya bila BBM tidak dinaikkan maka EKONOMI negara menjadi masalahnya, tetapi bila BBM akan dinaikkan maka RAKYAT kecil menjadi masalahnya.
          Semoga pemimpin negara kita dapat memikirkan dengan bijaksana?
pendapat saya BBM tidak perlu dinaikkan, sebab banyak pekerja maupun pengusaha akan menjadi terbebani, sehingga mengharuskan mereka menaikkan harga jual dagangan mereka,
dengan begitu semakin hancur pula kehidupan di negri kita, semua mahal, sedangkan mencari kerja sangat sulit.
Saran saya :
          Beban belanja negara cukup berat jika tidak mengurangi subsidi. Intinya memang di APBN sudah sangat berat. Jadi bagaimana pun pemerintah harus mengurangi beban APBN, tapi juga harus menyesuaikan tuntutan masyarakat.
subsidi bisa kita kurangi, tapi yang penting kita amankan orang yang paling miskin dan lemah.

          Untuk mengurangi subsidi BBM diperlukan persiapan yang cukup matang. "Bagaimanapun suatu saat kita harus kurangi subsidi, supaya pembangunan lebih lancar. Jadi sekarang kita tunggu dari pemerintah bagaimana caranya yang tetap," dia menambahkan.

          Diketahui, pemerintah berencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium untuk mobil pribadi menjadi Rp6.500 per liter.

          Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik, jika harga premium dinaikkan menjadi Rp6.500, pemerintah hanya mengurangi subsidi sebesar Rp2.000 per liter kepada masyarakat kalangan mampu.
Solusi saya :
1.  Membenahi kebijakan energi yang mengutamakan ketahanan energi nasional diatas              kepentingan    jangka pendek
2.  Melakukan diversifikasi energi
3.  Membangun infrastruktur energi secara kokoh.
4.  Memperbaiki sistem transportasi masal (konversi BBM ke BBG)
5.  Meningkatkan lifting minyak
6.  Melakukan audit efisiensi impor BBM dan hedging harga BBM
7.  Melakukan real time monitoring terhadap lifting minyak nasional
8.  Melakukan upaya serius untuk mengolah minyak bagian pemerintah di kilang-kilang dalam negeri
9.   Membuat target yang jelas dalam pembangunan kilang dan SPBU baru
10.  Memperbaiki kinerja BUMN energi.
11.  Pemerintah perlu mendorong pertamina dan PLN untuk memanfaatkan fasilitas hedging agar mendapatkan tingkat harga yang fixed
12.   Meningkatkan lifting minyak bumi dengan mengoptimalkan reserved proven minyak bumi    nasional melalui kegiatan eksplorasi di sektor hulu.


3.  mencari sosok pemimpin bangsa yang ideal….?
Banyak catatan yang tak bisa ditutupi, untuk menyaksikan hasil nilai merah pada penyelenggaraan Pemilu untuk kesekian kali di negeri kita yang tercinta. Semakin hari, kekacauan ini terjadi tidak hanya pada pemilihan presiden saja namun pada  pemilu sebelumnya, pemilu legislatif yang dilaksanakan pada 8 April 2009 lalu. Nilai merah menjadi catatan akhir media-media, baik cetak maupun elektronik, termasuk media internet, dalam memberikan penilaian terhadap kinerja Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilu kali ini.
Hal yang tidak wajar, mengingat kinerja yang tidak terlalu baik dari KPU dalam mengawal, dan menjalankan jalannya pemilu 2009. Tercatat ada ribuan kasus pelanggaran saat kampanye, baik pileg maupun pilpres, puluhan kasus kekerasan, dan tentu ini menjadi pekerjaan rumah yang besar.
Pemilu kali itu adalah masalah daftar pemilih tetap (DPT) yang amburadul. Apapun alasan penyelenggara pemilu, masalah DPT ini telah membuat pemilu tersebut  jauh dari asas demokrasi, karena banyak warga yang tidak bisa menyalurkan aspirasinya, karena tidak terdaftar sebagai pemilih, baik saat pileg, maupun saat pilpres.
Buruknya DPT saat pileg tidak mampu diperbaiki oleh KPU menjelang Pilpres. Alhasil, tidak jauh beda jumlah pemilih saat Pileg maupun Pilpres, padahal ada banyak jutaan masyarakat yang tidak mempunyai hak pilih, yang seharusnya bisa memilih. Sampai pada akhirnya Mahkamah Konstitusi,  dengan segera mengeluarkan putusan yang isinya menyebutkan, bahwa bagi warga yang namanya tidak terdaftar bisa menggunakan KTP untuk bisa menggunakan hak suaranya. KPU terpaksa diselamatkan oleh Mahkamah Konstitusi, dan Mahkamah Konstitusi dianggap sebagai dewa penyelamat KPU, sebuah demokrasi baru ala kadarnya, dan bukan demokrasi Indonesia yang sesungguhnya.

              Dengan meninggalkan Kearifan Lokal Indonesia, sudah banyak catatan perjalanan demokrasi Indonesia dalam kancah pemilihan umum, banyak yang tidak berakhir dengan baik. Pemilu 1955 yang merupakan pemilu pertama satu-satunya yang diketahui masyarakat sebagai pemilu “paling normal”.

Setelah itu ada saja hal-hal yang menodai perjalanan pemilu di Indonesia. Pemilu 1971-1997 pada masa Orde Baru, telah dianggap hanya sebuah formalitas belaka, karena tidak sedikitpun berasaskan demokrasi.

          saat itu, para pegawai negeri sipil dipaksa untuk memilih Golkar sebagai partai yang membesarkan nama Presiden Soeharto. Selebihnya hak-hak warga sama sekali tidak terjamin dalam setiap moment lima tahunan itu diselenggarakan. Itu terjadi di perkotaan, bagaimana di pedesaan?

          saya kira kejadian penghinaan atas nama demokrasi akan jauh lebih mengerikan lagi. Tidak berbeda Pemilu-pemilu setelahnya yang terjadi pada era reformasi. Meskipun hak-hak warga lebih terjamin dalam memilih, namun kasus pelanggaran dan kekerasan, kerap timbul dalam pelaksanaan pemilu lima tahunan itu.

          Hasilnya, tidak ada perubahan yang signifikan yang membuat kondisi negara ini menjadi lebih baik. Terlebih lagi pasca perubahan, dan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang ketiga “yang disahkan pada 10 November 2001” proses pemilihan presiden dibuat berbeda dari sebelum-sebelumnya.

          Pasca amandemen ketiga UUD 1945 tersebut pemilihan presiden dipilih langsung oleh rakyat, dan calon presiden berhak untuk menentukan sendiri pasangannya / calon wakil presidennya. Sebuah ide baru yang berharap, dengan ini ada perubahan yang bisa dibawa oleh presiden terpilih, dalam memperbaiki kondisi bangsa karena presiden saat ini merupakan aspirasi langsung dari rakyat.

          Dengan sistem baru pemilihan presiden pada pemilu 2004 dan 2009, ternyata hingga saat ini, masih belum juga mampu memberikan perubahan yang signifikan bagi perbaikan atas persoalan-persoalan bangsa. Pada kenyataannya tidak jauh berbeda kondisi masyarakat Indonesia, jika kita membandingkan antara kurun waktu 1999-2004, dengan 2004-2009.

          Pada dua kurun waktu itu, telah terjadi pemilihan presiden dengan dua cara yang berbeda, periode 1999-2004 presiden masih dipilih berdasarkan keterwakilan rakyat yang ada di MPR, sedangkan periode 2004-2009 presiden sudah dipilih langsung oleh rakyat. Lalu mengapa kondisi bangsa ini masih belum membaik, atau setidak-tidaknya berhembus ke arah menuju perbaikan?

          Negera kita sudah merdeka lebih dari 65 tahun lebih, tapi belum pernah kesejahteraan itu datang, bahkan hanya untuk menyapa sebagian besar masyarakat indoensia. Sudah tepatkah dengan sistem yang selama ini digunakan?

          Sistem demokrasi kita, yang selama ini diagung-agungkan, dan dianggap akan memberi kesejahteraan bagi bangsa, dan rakyat ini, dianggap pula sebagai satu-satunya cara untuk mencapai tujuan kesejahtraan bangsa Indonesia.

          Memperbaiki segala permasalahan negara Indonesia, tentu tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Tetapi, jika kita mau menggunakan Kearifan Lokal Indonesia dengan seutuhnya, namun sampai sekarang kita belum juga mau menggunakan Kearifan Lokal Indonesia dengan seutuhnya, sehingga sampai saat ini juga belum ada kemajuan signifikan, justru sudah menjadi semakin carut-marut persoalan bangsa yang semakin tidak terselesaikan dengan baik.

          Lima tahun sudah berlalu sejak 2004, sejak pertama kali pemilihan presiden secara langsung. Sebagai bangsa yang bijak, seharusnya ada evaluasi yang harus ditelaah dari proses  pemilihan presiden pada tahun 2004. Waktu lima tahun memang waktu yang cukup singkat untuk menilai apakah sistem pemilihan secara langsung ini sudah berhasil atau tidak.

          Tapi setidaknya ada sebuah evaluasi yang mengukur sejauhmana perkembangan perbaikan, yang telah diberikan. Hampir 66 tahun perjalanan bangsa Indonesia, pasca dibacakannya proklamasi kemerdekaan oleh Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945 silam, masih menyimpan pertanyaan besar bagi para pemimpin bangsa ini, bahwa negara ini masih Tergantung Pada Negara Lain, bahkan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar, dan rakyat tetap saja miskin, angka pengangguran semakin banyak, utang semakin membengkak,  tapi kekayaan alam kita semakin berkurang, dan akan terus berkurang.

          Dengan fakta-realitas yang terjadi seperti di atas pada saat ini, sepertinya kita harus bergerak cepat untuk mengevaluasi, dan kemudian bangkit dengan Kearifan Lokal Indonesia untuk membangun indonesia yang lebih baik bermartabat, dan sejajar dengan negara maju.

          Indonesia sudah MERDEKA secara fisik sejak 17 Agustus 1945, namun sejak negara ini merdeka secara fisik pada tahun 1945, kita melihat telah terjadi cara pemilihan presiden beberapa kali. Lihat saja 6 orang yang pernah menjadi presiden hampir semuanya terpilih dengan cara yang berbeda-beda.

          Presiden pertama terpilih dengan cara aklamasi. Semua orang sepakat menunjuk Soekarno-Hatta yang membacakan proklamasi sebagai presiden dan wakil presiden pertama Indonesia. Hasilnya Soekarno memimpin dan sempat mengumumkan dirinya sebagai presiden seumur hidup. Hatta yang tidak sejalan lagi kemudian mengundurkan diri dari wakil presiden, dan Soekarno memimpin secara tunggal sampai akhirnya jatuh pada tahun 1966.

          Presiden kedua Soeharto dipilih berdasarkan Surat Perintah Sebelas Maret dari presiden Soekarno. Soeharto memimpin negara dengan otoriter, dan berusaha melanggengkan kekuasaannya hingga 32 tahun. Masa kekuasaan Soeharto kemudian dikenal dengan masa yang mengekang kebebasan, pejabat dibiarkan KKN, dan sangat loyal dengan utang luar negeri. Ia jatuh, lebih tepatnya dijatuhkan, pada Mei 1998, saat rakyat tidak lagi percaya padanya.

          B.J. Habibie yang saat itu menjabat sebagai wakil presiden menggantikan Soeharto yang diturunkan secara paksa oleh masyarakat, hanya mampu bertahan 1,5 tahun karena pada 1999 diadakan pemilu, dan Habibie tidak terpilih kembali.

          Abdurrahman Wahid sebagai presiden terpilih pada pemilu 1999 harus lengser setelah dua tahun menjabat secara kontroversial. Gus Dur pernah mengeluarkan dekrit yang isinya membubarkan DPR. Melalui sidang MPR, Gus Dur digantikan dengan Megawati Soekarnoputri.

          Presiden kelima yang menggantikan presiden sebelumnya, yang diberhentikan karena sudah tidak lagi mendapat kepercayaan dari rakyat. Masa jabatan Megawati berakhir pada 2004, karena pada tahun ini dilangsungkan pemilu sebagai ajang lima tahunan sejak pemilu terakhir tahun 1999. Masa jabatannya hanya tiga tahun. Prestasinya adalah memutus hubungan dengan IMF, dan berhasil mendirikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), justru baru efektif  pada masa SBY.

          Setelah pemilu 2004, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggantikan Megawati dalam pertarungan pemilihan presiden secara langsung, dan Ia terpilih kembali pada pilpres 2009, dengan lagi-lagi mengalahkan Megawati sebagai salah satu pesaingnya.

          Masa pemertintahan SBY, ternyata masih belum mampu mendongkrak Indonesia dari keterpurukan. Meskipun sudah ada sedikit perbaikan diberbagai sektor, namun SBY tetap masih belum bisa memperbaiki kondisi negara Indonesia secara signifikan.

          Berkaca pada sistem pemilihan presiden sejak 1945 hingga sekarang, tercatat bahwa belum sepenuhnya Kearifan Lokal Indonesia diterapkan sebagaimana mestinya, bahkan kita semakin meninggalkan Kearifan Lokal Indonesia, yang akhirnya membuat kita semakin terpuruk.

          Belajar dari sejarah bangsa ini, bahwa hampir selama 66 tahun Indonesia merdeka, selama itu pula banyak hal yang telah dilalui oleh negara dalam menangani masalah kepemimpinan bangsa. Namun sejauh ini pula, banyak masalah kepemimpinan bangsa, masih belum terselesaikan.

          Krisis kepemimpinan Indonesia mulai terasa saat memasuki era reformasi. 32 tahun masa kepemimpinan orde baru sama sekali tidak menghendaki adanya proses regenerasi kepemimpinan, yang tua kepada generasi yang lebih muda. Alhasil begitu reformasi terjadi, Indoensia tidak siap dengan siapa yang harus menduduki posisi RI 1.

          Inilah yang menjadi masalah pada masa-masa reformasi hingga sekarang. Krisis kepemimpinan bangsa yang melanda negeri ini, masih terus berusaha untuk diatasi, yang salah satu cara yang ditempuh adalah, dengan mengamandemen UUD 1945 tentang pemilihan presiden. Pada pasal 6A ayat 2 sampai 4, amandemen ketiga menyebutkan bahwa, presiden dipilih langsung oleh rakyatnya.

          Sistem ini yang kemudian diharapkan mampu mengatasi masalah krisis kepemimpinan, yang melanda Indonesia, namun lima tahun berlalu sejak pilpres dipilih secara langsung,  ternyata masih belum mampu memberikan dampak yang signifikan, terhadap kemandirian bangsa dalam mengelola persoalan dalam negeri. Sekarang adalah saat yang tepat, untuk Kembali Menggunakan Kearifan Lokal Indonesia, dengan sepenuhnya Agar Muncul Kemandirian Bangsa dalam mengelolah semua persoalan domestik.

          Jika kita mau belajar dari sejarah bangsa, tampaknya masalah krisis kepemimpinan yang melanda Indoensia tidak ditentukan, bagaimana pemimpin itu dipilih, namun lebih kepada sikap personal dari pemimpin itu sendiri, apakah pemimpin tersebut sudah sepenuh hati menggunakan Kearifan Lokal Indonesia dalam mengelolah bangsa dan negara nya?

          Terlihat jelas bagaimana proses suksesi, yang memakan uang triliyunan rupiah, masih menyisakan tanda tanya besar persoalan dalam negeri, maupun luar negeri.
Negara ini butuh pemimpin yang tidak hanya sekedar baik, tetapi juga ber-Kearifan Lokal Indonesia.

          Indonesia merupakan negara yang berlimpah ruah kekayaan alamnya. Ijo Royo Royo, Gema Ripah Loh Jinawi. Bukan hal yang aneh jika banyak kepentingan asing yang ingin ikut campur, mengaduk -aduk masalah dalam negeri Indonesia, terutama kekayaan alamnya.

          Di sisi lain jumlah penduduk Indonesia yang banyak hingga 250 juta jiwa, sangat berpotensi untuk menjadi negara maju. Dan inilah yang ditakuti oleh bangsa-bangsa lain di dunia, sehingga Indonesia berusaha tetap dijadikan “raksasa yang senantiasa tertidur”.

          Bila kita melihat bagaimana negara-negara lain bisa maju, menjadi negara yang mampu bersaing dengan negara lain, adalah mereka selalu di dukung dengan kepemimpinan bangsa yang baik. Mereka para pemimpin-pemimpin nya mengerti, bagaimana memaksimalkan potensi, dan kekayaan negaranya menjadi penopang utama bagi negara tersebut untuk maju.

          Tidak ada hal yang tidak dimiliki oleh Indonesia saat ini. Kekayaan alam kita melimpah ruah. Tersebar dari ujung utara hingga ujung selatan, terbentang dari barat sampai Timur. SDM kita sangat banyak. Manusia unggul setiap tahun muncul dari berbagai ajang olimpiade sains tingkat internasional. Dengan begitu banyak resources  yang ada, seharusnya Indonesia bisa menjadi negera yang memimpin peradaban dunia. Tapi kenyataan berkata sebaliknya. Kemiskinan semakin tak terbendung, kriminalitas dimana-mana, bayi kurang gizi tersebar di berbagai daerah, angka pengangguran yang semakin tahun semakin meningkat.

          Permasalahan ini menjadi semakin rumit, hanya karena kita tidak mau mengelola semua resources yang ada tadi, berdasarkan Kearifan Lokal Indonesia, sehingga kita takut mengambil langkah  sebagaimana mestinya  bersikap, dan bertindak tegas terhadap bangsa asing yang ingin mengeruk kekayaan Indonesia.

          Kita harus berani bersikap tegas, dan membangun kemandirian bangsa, untuk mengelola semua resources yang kita miliki. Disisi lain, kita juga harus menyadari betul ciri khas bangsa Indonesia yang beragam. Dengan mengutamakan Kearifan Lokal Indonesia, saya yakin rakyat Indonesia dalam waktu yang singkat mampu berdiri sejajar dengan negara-negara maju lainnya, dalam membangun peradaban manusia. Semoga dikabulkan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar