Minggu, 16 Juni 2013

Peran CSR Pada perusahaan


Konsep CSR dan Implementasinya Pada Perusahaan


BAB I
 PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang Masalah
Perkembangan paradigma dunia usaha dewasa ini tidak dapat dipisahkan  dengan lingkungan eksternalnya, sehingga hal ini menjadi pusat perhatian dan pengkajian dari berbagai kalangan, akademisi, praktisi, regulator serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sejak beberapa dasawarsa. Hal tersebut merupakan dampak dari perkembangan dinamika sosial pada tingkat nasional maupun global. Dinamika sosial tersebut adalah semakin meningkatnya kesadaran dan tuntutan masyarakat  terhadap hak asasi manusia (HAM), keadilan, kesetaraan sosial, lingkungan hidup dan pemberdayaan (empowering) masyarakat terhadap informasi  dan transparansi atas aktifitas suatu perusahaan.
Terkait dengan hal tersebut, dalam dunia usaha  muncul berbagai diskursus tentang pengelolaan bisnis itu sendiri, utamanya berkaitan dengan tanggung jawab yang harus diemban oleh perusahaan. Salah satu wacana yang mengemuka adalah lahirnya terminologi tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) selanjutnya disingkat CSRsejalan dengan bergulirnya  wacana tentang  kepedulian lingkungan serta pembangunan berkelanjutan (sustainabele development).[1]
Secara terminologis CSR  belum memiliki pengertian tunggal yang dapat di generalisir, masih terdapatnya perbedaan pendapat tentang pengertian maupun konsepnya oleh para ahli. Menurut Dougherty (2003)[2], tanggung jawab sosial merupakan perkembangan proses untuk mengevaluasistakeholders dan tuntutan lingkungan serta implementasi program-program untuk menangani isu-isu sosial. Tanggung jawab sosial itu berkaitan dengan kode-kode etik, sumbangan perusahaan program-program community relations dan tindakan mematuhi hukum.
Bila dikritisi rumusan CSR di atas, Organisasi bisnis dipandang dari dua sisi, yaitu sebagai lembaga yang mencari keuntungan atau lembaga ekonomi, organisasi bisnis dipandang juga sebagai lembaga sosial dan lingkungan karena memikul beban tanggung jawab sosial bagi masyarakat. Dalam hal ini, organisasi dituntut untuk menjalankan kedua peran tersebut, yaitu tanggung jawab ekonomi dan tanggung jawab sosial. Pengertian tersebut menekankan bahwa CSR sebagai komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja sama dengan karyawan, keluarga karyawan dan masyarakat setempat (lokal) dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.
Pada tataran global, Sedikitnya terdapat tiga argumentasi umum yang mendasari tekanan terhadap perusahaan untuk melaksanakan peran sosial dan lingkungan oleh masyarakat dunia. Pertama, pengaruh destruktif dari sektor industri di seluruh dunia. Kedua, kesadaran masyarakat global akan daya dukung lingkungan semakin menurun dan ketiga, tekanan organisasi-organisasi global terhadap organisasi bisnis untuk lebih memperhatikan aspek-aspek lingkungan.[3]
Dominasi perusahaan multinasional pada tataran global yang semakin kuat bahkan mengalahkan kekuatan negara. Catatan Anderson et.all[4]dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa besarnya nilai penjualan 200 perusahaan-perusahaan tersebut jauh lebih besar dibandingkan kekayaan 182 negara di dunia dan melebihi sepertiga aktivitas perekonomian dunia, mereka mengontrol 27,5 % GDP dunia dengan nilai penjualannya sendiri mencapai lebih dari 18 kali  pendapatan 1,2 miliar penduduk di dunia. Ke-200 perusahaan ini mempekerjakan lebih dari 1,8 juta karyawan dan sepertiga dari transaksi perdagangan dunia merupakan transaksi di antara unit-unit usaha perusahaan raksasa itu sendiri. Sehingga perusahaan-perusahaan tersebut dapat memetakan arah perkembangan pertumbuhan pembangunan sejalan dengan apa yang mereka inginkan.
David C. Korten dalam bukunya “The Post Corporate World”menggambarkan bahwa dunia usaha selama setengah abad terakhir, telah menjelma menjadi  institusi paling berkuasa di atas planet ini. Oleh sebab itu, Korten menegaskan bahwa dalam konteks masyarakat modern, setiap institusi  yang dominan sudah seyogyanya mengambil “tanggung jawab” untuk kepentingan bersama. Sehingga tidak satupun pihak yang dirugikan atas sikap dan keputusan yang diambil oleh suatu perusahaan.[5]
Kesadaran masyarakat dunia atas daya dukung (capacity) planet ini yang semakin menurun, apabila terus dieksplorasi dan dieksploitasi tanpa memperhatikan kelestariannya. Mengingat kondisi tersebut, dibutuhkan regulasi dalam berbagai bentuk untuk mengiring prilaku perusahaan  dalam bersikap dan bertindak  berlandaskan pada etika dan moralitas sehingga mampu mewujudkan konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).
Menurut pandangan manajemen klasik, perusahaan sebagai entitas ekonomi merupakan organisasi bisnis yang tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan (profit). Orientasi ini, menyebabkan upaya untuk  meraih sebanyak-banyaknya skoup dalam produksi dan pemasaran. Mereka berupaya untuk mendapatkan suplai bahan baku produksi sebanyak-banyaknya dan berusaha merebut pasar seluas-luasnya untuk memasarkan hasil produksinya, sementera sumber daya yang diperebutkan, baik dari segi jumlah maupun daya dukungnya terbatas. Kompetisi tersebut memaksa perusahaan terutama perusahaan multinasional (Multinational CorporationsMNCs) untuk mencari pasar baru (ekspansi), melintasi batas-batas negara untuk memasarkan produk atau mencari bahan baku bagi produksi mereka di belahan dunia lain.
Ekspansi tersebut mengalami perkembangan pesat sebagai konsekuansi dari kondisi-kondisi investasi yang kian menunjang di berbagai negara yang sedang berkembang. Juga merupakan akibat dari transformasi struktural industri internasional dan perbaikan kondisi-kondisi pembiayaan. Sejalan dengan menguatnya rezim Neoliberalisme berlandaskan prinsip-prinsip perdagangan barang dan jasa secara bebas, sirkulasi modal serta kebebasan investasi mendorong perusahaan melakukan perluasan di berbagai negara.[6]
Dalam operasionalisasi ekspansi pasar dan sumber daya oleh MNCs tersebut disamping efek positifnya di atas juga memiliki dampak yang negatif. Dengan kata lain, Peningkatan kuantitas, keragaman produksi dan Lingkup operasionalisasi perusahaan yang semakin luas tersebut, memiliki aspek yang bersifat destruktif yang pengaruhnya dapat dirasakan secara global, baik lingkungan, berupa hilangnya bentang alam, kerusakan ekologi akibat tercemarnya lingkungan dengan limbah industri yang memiliki unsur-unsur kimia yang berbahaya bagi mahluk hidup, perubahan iklim global yang dikenal dengan efek rumah kaca (Green House Ghases, GHGs), merubah ikatan-katan tradisional masyarakat, maupun budaya. Hal tersebut disebabkan dalam proses produksi perusahaan-perusahaan tersebut berhubungan langsung dengan eksploitasi terhadap lingkungan yang juga merupakan tempat suatu tatanan sosial berada.
Semakin meningkatnya kesadaran akan pengaruh perusahaan dan dampak destruktif tersebut bagi masyarakat global menjadikan alasan yang paling rasional  dicarinya alternatif-alternatif tata kelola perusahaan yang baik, bertanggung jawab dan berlandaskan prinsip etis dalam bisnis oleh berbagai kalangan, termasuk organisasi-organisasi perusahaan itu sendiri. Kesadaran dari berbagai elemen tersebut merupakan cikal bakal terjadinya pergeseran paradigma dalam menjalankan perusahaan dari yang mementingkan kepentingan shereholders ke arah paradigma yang mementingkan  the order constituent” atau stakeholders.
Seperti New York Stock Exchange, sejak tahun 1999 telah membentukDow Jones Sustainability (DJSI) yang mencakup lebih dari 200 perusahaan dari 68 industri di 22 negara dengan jumlah kapitalisasi pasar 4,3 trilyun dolar AS pada tahun 1999 dengan  tugas untuk mengevaluasi aneka saham-saham perusahaan yang dikategorikan telah mengimplementasikan CSR dalam aktifitas usahanya. Dalam perkembangan implementasinya berdampak positif terhadap nilai saham  perusahaan yang dianggap baik  dalam menerapkan prinsip tersebut pada aktifitas usahanya.[7]
Tekanan dari organisasi-organisasi pada tingkat global agar kelestarian lingkungan, pemberantasan kemiskinan, serta upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat dunia dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang mendorong berbagai elemen untuk ikut berperan serta, termasuk sektor swasta dalam hal ini adalah pelaku bisnis. Hal tersebut dapat kita lihat pada komitmen dari beberapa kali Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang membahas tentang lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan dan perubahan iklim. Semua pembahasan tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dan merupakan latar “tanggung jawab sosial” suatu perusahaan. Konferensi lingkungan hidup di Stockholm, Swedia pada tahun 1972 yang membentuk badan khusus PBB untuk masalah lingkungan yaitu United Nations Environmental Programme (UNEP) yang bermarkas di Nairobi, Kenya. PBB juga membentuk World Commission on Environmental and Development(WCED) atas kesadaran akan kerusakan lingkungan sebagai dampak dari pelaksanaan pembangunan  selama ini. Pada tahun 1987 komisi ini menerbitkan laporannya “Our Common Future” dengan tema pembangunan berkelanjutan. Dalam laporan tersebut pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai suatu upaya yang mendorong  tercapainya kebutuhan generasi  saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Konsep ini menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan aspek lingkungan dan sosial.[8]
Sejumlah inisiatif tentang implementasi CSR juga diusulkan oleh organisasi internasional independen seperti Global Reporting Initiative (GRI), International Standard Organization (ISO) sebagai induk organisasi standarisasi internasional yang menggagas panduan dan standarisasi CSR dengan nama ISO 26.000; Guidance standard on social responsibility,lembaga pemerintah seperti Organisation for Economic Cooperations and Development (OECD)
Dari aspek orientasi perusahaan, terdapat tiga perspektif yang mendorong organisasi bisnis untuk menjalankan aktifitas kepedulian sosialnya yaitu[9] :  Pertama, kapital reputasi, dalam pandangan ini perusahaan memandang penting membangun reputasi untuk memperoleh dan mempertahankan pasar. Dengan demikian CSR pada dasarnya dipandang sebagai suatu strategi bisnis yang bertujuan untuk meminimalkan resiko dan memaksimalkan keuntungan dengan menjaga kepercayaan padastakeholders; kedua, ekososial,  Pandangan ini memandang bahwa stabilitas dan keberlanjutan sosial dan lingkungan merupakan dua hal penting untuk keberlanjutan pasar dalam jangka panjang. Dengan demikian CSR dipandang sebagai sebuah nilai dan strategi usaha untuk menjaga keberlanjutan bisnis. Disebut nilai karena pandangan ini menekankan pada kenyataan bahwa bisnis dan pasar pada hakikatnya dimaksudkan untuk kesejahteraan masyarakat. Disebut strategi karena dengan cara pandang tersebut dapat membantu mengurangi ketegangan sosial dan membantu memfasilitasi pasar; dan yang ketiga; Hak-hak pihak lain. Disini perusahaan memandang konsumen, para pekerja, komunitas dan lingkungan yang terpengaruh kegiatan bisnisnya serta pemegang saham yang memiliki hak untuk mengetahui tentang korporat dan bisnisnya merupakan hak mendasar yang dimilikinya. Disebut demikian karena pada satu sisi perusahaan merupakan institusi bisnis dan pada sisi yang lain kelangsungan perusahaan bergantung pada konsumen serta stakeholder lainnya. Pandangan ini menekankan pada akuntabilitas, transparansi, serta investasi sosial dan lingkungan.
Terkait dengan objek kajian penelitian ini yaitu PT. Aneka Tambang, Ltd. (ANTAM) yang merupakan Perusahaan yang bergerak pada bidang pengolahan sumber daya alam (resources), khususnya di bidang pertambangan, penulis berharap dapat mengungkapkan serta mengkaji secara teoritis konsep CSR yang teraplikasi dalam tata kelola perusahaan tersebut sebagai penerapan atas regulasi pemerintah yang tertuang pada Pasal 74, Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) No. 40 Tahun  2007. Perusahaan ini sendiri, mengolah komoditas bahan tambang antara lain emas, besi, bauksit dan nikel yang berlokasi di Jakarta serta memiliki anak cabang perusahaan yang berada pada beberapa tempat di Indonesia.
Perusahaan pertambangan sebagai institusi ekonomi juga memiliki dimensi sebagai institusi sosial dalam arti memiliki interdependensi dengan lingkungan dan masyarakat. Hubungan ini mempunyai konsekwensi yang menyebabkan adanya keterkaitan kepentingan antara keduanya. Setiap keputusan bisnis memiliki implikasi terhadap sosial, sebaliknya aspek sosial juga akan mempengaruhi strategi serta langkah-langkah perusahaan dalam mendapatkan keuntungan secara ekonomi.
Mantra (1995) menyebutkan, Masuknya industri di suatu wilayah dengan sendirinya akan menyebabkan perubahan fisik, ekonomi dan sosial pada wilayah sekitar. Secara spasial adanya kegiatan industri akan mengakibatkan perubahan tata guna lahan, lahan yang semula berupa lahan pertanian berubah menjadi kawasan industri, perumahan perdagangan dan untuk kegiatan lainnya[10].
Sifat eksploitatif yang menjadi ciri perusahaan pertambangan, secara langsung berhubungan dengan lingkungan maupun masyarakat, bencana alam, rusaknya komposisi air, tanah, udara hingga hancurnya bentang alam menjadi hal yang biasa terjadi di kawasan pertambangan, terlebih lagi di lokasi pertambangan yang tidak mendapatkan perlakuan pemulihan yang layak pasca kegiatan pertambangan (reklamasi). Perselisihan antara masyarakat dengan PT. Lapindo Brantas di Siduarjo yang hampir menenggelamkan sekitar 80% daerah kecamatan siduarjo sampai sekarang yang menyebabkan penderitaan bagi masyarakat baik fisik maupun non fisik. Demikian juga kasus PT. Newmont di Sulawesi Utara, PT. Freeport di Papua, dan sebagainya. Pangkal dari persoalan tersebut adalah karena perusahaan kurang atau tidak memenuhi kewajiban sosialnya, khususnya untuk menjaga keseimbangan lingkungan yang muaranya tidak hanya pada kerugian sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat sekitar perusahaan berada tapi juga terhadap perusahaan. Dapat kita katakan bahwa, ketika tanggung jawab sosial tidak diimplementasikan dengan baik, kelangsungan hidup perusahaan juga justru terancam.[11]
Prinsip tanggung jawab sosial perusahaan dalam aplikasinya tidak hanya berwujud parsial berupa derma, pilalantropy serta sumbangan perusahaan yang bersifat momentum, ataupun hanya tindakan perusahaan yang bersifat formalitas untuk memenuhi kewajiban sebagai subjek hukum akan tetapi adalah suatu kebijakan yang komprehensif dari perusahaan untuk ikut berperan serta dalam pembangunan, pemberdayaan serta peningkatan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan. Disebut kebijakan, karena prinsip ini merupakan langkah terstruktur yang diambil oleh perusahaan, dimulai dari perencanaan, pelaksanaan serta pelaporan dan evaluasi yang menyeluruh dengan berlandaskan pada asas transparansi dan akuntabilitas agar sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri.
Agar kebijakan perusahaan tersebut sesuai dengan tujuan perusahaan dan selaras dengan pembangunan masyarakat, dibutuhkan keterlibatan berbagai pihak terutama pihak-pihak yang terkait secara langsung dengan pelaksanaan kebijakan tersebut, yaitu komunity dalam fungsinya sebagai “sosial kontrol” dan pemerintah sebagai regulator. Peran pemerintah dalam hal ini meliputi regulasi yang dapat membingkai pelaksanaannya program ini berupa aturan-aturan yang mendukung terlaksananya program tersebut, insentif serta perangkat yang dapat menunjang pelaksanaan CSR yang dapa mengarahkannya pada pemberdayaan dan kemandirian.
Undang-Undang No. 23 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengatur secara normatif ketentuan tentang kepedulian organisasi bisnis terhadap lingkungan. Ketentuan lain yang mengatur prinsip ini secara sektoral juga terdapat dalam Surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara KEP. 236/MBU 2003 Tentang Program kemitraan dengan BUMN dengan usaha kecil dan Program Bina Lingkungan. Dalam ketentuan normatif tersebut penekanan pelaksanaan CSR dilaksanakan berdasarkan tiga asas, yaitu, asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan dan asas manfaat. Undang-Undang Pertambangan mengatur tentang Community Developmentserta Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang mengatur tentang respon perusahaan terhadap lingkungan sosial dan lingkungan serta bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen yang merupakan stakeholder perusahaan.
Adanya ketentuan CSR pada Pasal 74 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas merupakan langkah konstruktif pemerintah dalam upaya penyatuan legal basic pelaksanaan CSR dalam Undang-undang yang merupakan Lex Specialis dari KUHD yang mengatur tentang badan hukum. Eksistensi  CSR dalam Undang-undang ini menekankan asas kepastian hukum dan kemanfaatan tanpa meninggalkan aspek dinamika masyarakat.
Pada ayat 2 Pasal 74 UUPT No. 40 tahun 2007 menyebutkan bahwa CSR merupakan kewajiban yang “dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan berdasarkan kepatutan dan kewajaran”. Dalam kalimat tersebut mengandung makna bahwa dalam aplikasinya, CSR dilaksanakan berdasarkan asas akuntabilitas, itikad baik serta asas kemanfaatan.
 Pengaturan CSR dalam UUPT diharapkan menjadi simpul yang menghubungkan peran perusahaan sebagai subjek hukum untuk melaksanakan tanggung jawab sosialnya pada satu sisi dan pada sisi yang lain pemerintah sebagai regulator untuk menciptakan perangkat hukum dan kelembagaan yang tidak hanya mewajibkan tetapi juga merangsang pelaksanaan CSR oleh perusahaan berupa insentif, reward, dan penilaian serta peningkatan pelaksanaan hukum yang konsekwen dan terpadu.
1.2.Perumusan masalah
Berdasarkan uraian yang bersifat umum pada latar belakang masalah tersebut diatas, penulis dapat merumuskan dua permasalahan pokok yaitu:
1.      Bagaimana konsep yuridis dan ruang lingkup pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) pada perusahaan pertambangan PT. ANTAM Ltd.?
2.      Bagaimana bentuk program yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial (CSR) perusahaan pertambangan PT. ANTAM, Tbk. terkait dengan pelaksanaan pasal 73, Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007?
1.3. Keaslian Penelitian
Dari hasil penelusuran kepustakaan yang dilakukan, diketahui bahwa terdapat beberapa penelitian yang membahas  dan mempermasalahankan CSR dan aplikasinya pada perusahaan, antara lain, penelitian yang dilakukan oleh Marc Orlitzky, at all[12]. yang menganalisis hubungan antara Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dengan performa keuangan perusahaan (Corporate Social Performance ; CSP). Penelitian yang menggunakan pendekatan kwantitative research tersebut menganalisa dan menguji 52 penelitian-penelitian sebelumnya yang mengkaji topik yang sama dan menggunakan total sampel sebanyak 33.878 dari berbagai perusahaan yang menjalankan CSR pada beberapa negara yakni, Amerika, Australia dan Inggris tersebut menemukan adanya hubungan positif antara penerapan CSRdan CSP yang menjadi variabelnya. Dengan kata lain,  Komitmen perusahaan dalam menerapkan prinsip “bertanggung jawab” dalam menjalankan bisnis dalam jangka panjang dapat mendongkrak secara signifikan nilai perusahaan dimata “stakeholders” yang pada gilirannya dapat meningkatkan performa keuangan perusahaan tersebut.
Penelitian lain, oleh Margarita Tsotsoura yang mengukur hubungan antara pelaksanaan CSR dan profitabilitas perusahaan. Subjek penelitiannya meliputi 422 perusahaan, yaitu  perusahaan pertambangan, konstruksi, penyulingan, dan jasa keuangan tersebut menyimpulkan adanya korelasi positif antara performa keuangan dan aplikasi prinsip tanggung jawab sosial oleh perusahaan. Praktek bisnis yang melaksanakan prinsip CSR, disatu sisi dapat meningkatkan performa keuangan perusahaan dan sebaliknya sebuah perusahaan yang memiliki performa keuangan yang baik dapat memiliki sumber daya yang cukup untuk berpartisipasi secara sosial baik dalam lingkungan internal perusahaannya misalnya berupa, kebijakan perburuhan, standar penghasilan, penerapan standar keselamatan kerja serta asuransi karyawan, juga secara eksternal yakni mengenai kepedulian lingkungan, masyarakat, pendidikan, HAM dan sebagainya[13].   
Johan J. Graafland dan H. Smid memberikan fokus penelitiannya pada peran pemerintah dalam mengatur  reputation mechanisms oleh perusahaan dalam hubungannya dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial. Kongklusi yang diambil dari  penelitiannya adalah, pentingnya penguatan dari pemerintah berupa regulasi yang dapat membingkai pelaksanaan mekanisme reputasi oleh perusahaan, karena mekanisme reputasi dapat berjalan efektif bergantung pada beberapa faktor, berfungsinya organisasi non pemerintah (NGOs) transparansi dari pelaku bisnis, kebijakan perburuhan, konsumen dan kebijakan investasi yang merupakan defiasi dari penerapan mekanisme reputasi oleh perusahaan sehingga peran regulasi sangat menentukan, oleh karena itu, pelaksanaan CSR yang menekankan pada aspek transparansi dinilai sebagai suatu cara yang efektif untuk meningkatkan keuntungan yang reputasional, meningkatkan pemasaran dan pencapaian keuntungan[14].
Dari beberapa penelitian yang ditelusuri di atas penulis menyimpulkansecara umum oleh beberapa peneliti yang membahas objek kajian tentang CSR lebih diarahkan penekanannya pada aspek pemasaran (marketing), akuntansi perusahaan serta pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG), serta belum ada yang secara spesifik kajiannya membahas konsepsi yuridis serta penerapan tanggung jawab sosial pada perusahaan pertambangan, yang pada penelitian ini penulis  jadikan sebagai objek yaitu PT. Aneka Tambang Persero, Tbk. yang mengelola emas-perak pada beberapa tempat di Indonesia. Adapun penelitian yang terkait dengan pembahasan Corporate Social Responsibility (CSR) yang ingin penulis analisis dalam penelitian ini yakni aspek yuridis penerapan CSR pada perusahaan pertambangan  pasca diregulasikannya Undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang di dalamnya termuat pembahasan tentang prinsip tersebut. Sepanjang pengetahuan penulis belum ada satu karya tulis atau penelitian yang berkaitan dengan topik dan permasalahan yang dipublikasikan orang lain, terkecuali dari penelitian ini dijadikan dasar acuan dan referensi yang secara langsung disebutkan dalam penelusuran masalah dalam penelitian ini.
1.4. Kegunaan penelitian
Adapun kegunaan yang penulis harapkan atas penelitian ini yaitu :
1.      Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan ilmu hukum/hukum dagang (Code De Commerce Atau Handelrecht) dan hukum Perusahaan, serta lebih khusus lagi pada aspek yuridis pelaksanaan CSR pada  perusahaan.
2.      Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi kalangan akademisi agar menjadi salah satu rujukan sekurang-kurangnya dapat dijadikan landasan pengkajian yang lebih luas, bagi dunia usaha dan pemerintah, khususnya pengusaha besar dan pemerintah daerah yang sementara memikirkan langkah-langkah dalam mengaplikasikan program tanggung jawab sosial perusahaan agar program ini dapat terealisasi dan tepat guna bagi pembangunan masyarakat  seiring dengan keberlanjutan pembangunan ekonomi masyarakat.
1.5. Tujuan Penelitian
  1. Untuk mengetahui konsep yuridis dan ruang lingkup pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan pertambangan utamanya oleh PT. ANTAM, Tbk.
  2. Untuk mengetahui bentuk program pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) oleh  perusahaan PT. ANTAM Tbk. terkait dengan UUPT No. 40 tahun 2007


[1] Wacana tentang kepedulian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan tidak dibahas secara luas karna pembahasan tentang CSR ini telah mencakup kedua isu tersebut
[2] Dougherty dalam Iriantara, yosal. Op.cit
[3]   Isa Wahyudi, 2008, Corporate Social Responsibility; Prinsip pengaturan dan implementasi, In-Trans Publishing, Malang, hal. 117
[4]   Anderson dalam Isa Wahyudi, op.cit
[5] David C. Korten, 2002, The Post Corporate World : Life After Capitalism, Terj.,Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, Hal : 2-10.
[6]   Dirdjosisworo, Soedjono, Prof. Dr., 2004, Kaidah-kaidah Hukum Perdagangan International (Perdagangan multilateral) versi World Trade Organization (WTO),CV. Utomo, Bandung, hal. 1-25.
[7]   Prayogo, 2007, Majalah Bisnis & CSR; Reference for Decision Maker, Latofi Interprise, Jaakarta, hal; 108
[8] Wibisono, Yusuf.2007. Membedah konsep CSR; Seri Menejemen Berkelanjutan. CV. Ashkaf Media Grafika Surabaya. Hal 23-25
[9]Samuel John & Saari, 2001, Corporate Social Responsibility ; backround and perspective, http// www.infochangeindia.org, diakses 7 Januari 2008
[10] Mantra, I.B., 1995, Dampak Sosial Budaya : Kursus Dasar-Dasar dan Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Kerjasama Bapedal Pusat, UGM dan Pusdiklat Deptan, Yogyakarta.
[11] Wibisono, Yusuf.2007. Membedah konsep CSR; Seri Menejemen Berkelanjutan. CV. Ashkaf Media Grafika Surabaya. Hal 47-65
[12] Marc Orlitzky, at. all, 2003, Corporate Social  and Financial Performance; a Meta-Analysis, SAGE Publications, London.
[13]Tsoutsoura, Margarita, (2004), Corporate Social Responsibility And Financial Performance, University of california, Berkeley.
[14]Graafland, J.J. & H. Smid, 2004, Reputation, Corporate Social Responsibility and Market RegulationTijdschrift voor Economie en Management,Vol. XLIX, 2 Universiteit van Tilburg, Nederland.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar